I.
JUDUL
Pembentukan Tahapan Senyawa Kompleks
II. Tujuan
Memperkirakan Rumus melekul senyawa kompleks berdasarkan perubahan warna yang terbentuk
III. Dasar
Teori
SENYAWA KOMLEKS dan
JENIS NYA
Senyawa
kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari ion logam dengan satu atau lebih
ligan. Interaksi antara logam dengan ligan - ligan dapat diibaratkan seperti
reaksi asam-basa lewis, di mana basa lewis merupakan zat yang mampu memberikan
satu atau lebih pasangan elektron (ligan).
Titrasi
kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan memanfaatkan reaksi
kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang umum di indonesia EDTA (
disodium ethylendiamintetraasetat/ tritiplex/ komplekson, ). Titrasi
kompleksometri ini ada 3 macam, yaitu langsung, tidak langsung, dan substitusi.
tergantung sifat zat yang akan ditentukan, misalnya calcium, maka indikator
yang dipakai, pH dll akan berbeda, dalam titrasi kompleksometri juga. Titrasi
kompleksometri meliputi reaksi pembentukan ion – ion kompleks ataupun pembentukan
molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Syaratnya mempunyai kelarutan
tinggi.
Contohnya :
kompleks logam dengan EDTA dan titrasi dengan merkuro nitrat dan perak sianida.
Reaksi pengkompleksan dengan suatu ion logam, melibatkan
penggantian satu molekul pelarut atau lebih yang terkoordinasi, dengan
gugus-gugus nukleofilik lain. Gugus-gugus yang terikat pada ion pusat, disebut
ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan:
M(H2O)n + L = M (H2O)(n-1) L + H2O
Disini ligan (L) dapat berupa sebuah molekul netral atau
sebuah ion bermuatan, dengan penggantian molekul-molekul air berturut-turut
selanjutnya dapat terjadi, sampai terbentuk kompleks MLn; n
adalah bilangan koordinasi dari logam itu, dan menyatakan jumlah maksimum
ligan monodentat yang dapat terikat padanya.
Ligan dapat dengan baik diklassifikasikan atas dasar banyaknya titik-lekat
kepada ion logam. Begitulah, ligan-ligan sederhana, seperti molekul-molekul H2O
atau NH3, F- , Cl- , Br- , CN-
, NH3 , CH3OH, dan OH- adalah monodentat, yaitu
ligan itu terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan satu
pasangan-elektron-menyendiri kepada logam. Namun, bila molekul atau ion ligan
itu mempunyai dua atom, yang masing-masing mempunyai satu pasangan elektron
menyendiri, maka molekul itu mempunyai dua atom-penyumbang, dan adalah mungkin
untuk membentuk dua ikatan-koordinasi dengan ion logam yang sama; ligan seperti
ini disebut bidentat dan sebagai contohnya dapatlah
diperhatikan kompleks tris(etilenadiamina) kobalt(III), [Co(en)3]3+.
Dalam kompleks oktahedral berkoordinat-6 (dari) kobalt(III), setiap molekul
etilenadiamina bidentat terikat pada ion logam itu melalui pasangan elktron
menyendiri dari kedua ataom nitrogennya. Ini menghasilkan terbentuknya tiga
cincin beranggota-5, yang masing-masing meliputi ion logam itu; proses
pembentukan cincin ini disebut penyepitan (pembentukan sepit
atau kelat).
Ligan multidentat mengandung
lebih dari dua atom-koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat
(asam etilenadiaminatetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom
nitrogen-penyumbang dan empat atom oksigen-penyumbang dalam molekul, dapat
merupakan heksadentat
Ligan dapat berupa ion atau
molekul netral. Dalam ligan, atom yang menempel langsung pada logam melalui
ikatan kovalen koordinasi dinamakan atom donor. Spesi koordinasi biasanya
kumpulan atom dalam kurung persegi di dalam rumus meliputi ion logam pusat plus
ligan yang terikat. Bilangan
koordinasi logam pusat adalah jumlah pasangan elektron yang diterima
atom pusat.
§
Bilangan
koordinasi 2, salah satu bilangan koordinasi 2 yang terkenal adalah[Ag(NH3)2]+
, ion yang terbentuk bila senyawaan – senyawaan perak diolah dengan
amonia.
§
Bilangan
koordinasi 3, contoh bilangan koordinasi 3 sangat langka sekali.
Satu – satunya yang
sederhana untuk logam transisi yang dikenal orang adalah anion [HgI3]-
§
Bilangan
koordinasi 4, empat merupakan bilangan koordinasi yang umum
dari beberapa atom dan ion logam transisi.
Contohnya adalah Li(H2O)4+ , BeF4-
,BF44- , dan sebagainya.
§
Bilangan
koordinasi 5, contoh bilangan koordinasi 5 adalah langka, tetapi
tidak begitu luar biasa seperti bilangan
koordinasi 3. Contoh sederhana adalah besi pentakarbonil (Fe(CO)5).
§
Bilangan
koordinasi 6, bilangan koordinasi ini sangat penting karena hampir semua
kation membentuk kompleks koordinasi 6.
§
Bilangan
koordinasi yang lebih tinggi, bilangan koordinasi 7, 8, dan 9 tidak sering
ditemui untuk beberapa kation yang lebih besar. Kompleks dengan bilangan
koordinasi yang lebih tinggi, merupakan ciri khas dari segi stereokimia tidak
kaku.
PEMBUATAN DAN REAKSI SENYAWA KOMPLEKS :
Senyawa –
senyawa kompleks dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1.
Kompleks Werner, yaitu kompleks yang tidak berisi
ikatan logam karbon
dan kompleks sianida.
2.
Kompleks logam karbonil atau senyawa organometalik,
yaitu kompleks yang paling
sedikit berisi satu ikatan karbon.
Senyawa
– senyawa kompleks golongan (2) tidak mempunyai sifat garam seperti golongan
(1) dan biasanya bersifat kovalen. Zat ini umumnya larut dalam pelarut –
pelarut
Non-polar, mempunyai titik lebur dan titik didih rendah.
Untuk membuat senyawa – senyawa kompleks, pertama harus diingat bahwa hasilnya
harus cukup banyak, kemudian harus ada cara yang baik untuk mengisolasi hasil
tersebut.
Cara -cara isolasi untuk golongan (1)
antara lain :
a.
Penguapan pelarut dan pendinginan larutan yang pekat
dalam campuran pendingin es – garam. Kristalisasi dapat dipercepat dengan
penambahan sedikit kristal senyawa yang bersangkutan dan dengan mengggores
dinding bejana bagian dalam.
b.
Penambahan pelarut yang bercampur dengan pelarut
semula, tetapi tidak melarutkan zat yang terlarut. Pendinginan, penambahan
kristal zat terlarut dan penggoresan dinding bejana bagian dalam dapat
mempercepat kristalisasi.
c.
Bila kompleksnya berupa kation ke dalam larutan dapat
ditambahkan anion yang dapat menyebabkan terjadinya endapan. Demikian pula bila
kompleksnya berupa anion, dapat ditambahkan ion logam yang menyebabkan
terjadinya endapan.
Senyawa
– senyawa kompleks golongan (2) juga dapat diisolasikan dengan cara-cara di
atas. Dapat pula diisolasikan dengan cara-cara
-
Destilasi
-
Sublimasi dan
-
proses
kromatografi.
1. Kompleks
Werner
a. Reaksi substitusi dalam
larutan air
Cara
ini merupakan cara yang terpenting, reaksinya terjadi antara larutan garam
logam di dalam air dengan pereaksi koordinasi. Reaksi pembentukan kompleks
tetraamine tembaga (II) dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :
[Cu(H2O)4]SO4 +
NH3 [Cu(NH3)4]SO4 +
4H2O
Biru tua
[Cu(NH3)4]SO4 + C2H5OH
Kristal
b.
Reaksi substitusi dalam larutan bukan air
Penggunaan pelarut – pelarut
bukan air tidak banyak dilakukan. Cara ini hanya dilakukan bila :
1.
Ion logam mempunyai afinitas besar terhadap air.
2.
Ligan yang dipakai tidak larut dalam air.
Ion – ion yang mempunyai afinitas
besar terhadap air dan membentuk ikatan logam – oksigen yang kuat ialah Al3+
, Fe3+ , dan Cr3+ . Penambahan ligan yang bersifat
basis tidak membentuk kompleks, tetapi endapan basa yang gelatinous. Dalam hal
ini hidrat dari ion di atas bersifat sebagai asam protonik.
c.
Reaksi substitusi tanpa adanya pelarut
Reaksi antara garam
anhidrous dan suatu ligan cair dapat dipakai untuk membuat kompleks logam.
Dalam banyak hal, ligan cair yang jumlahnya berlebihan dapat berfungsi sebagai
pelarut untuk campuran reaksi.
[Ni(NH3)6]Cl2
dapat dibuat dengan mereaksikan NiCl2 dengan NH3 cair
dan menguapkan sisa NH3, yang mempunyai titik didih rendah (-33◦C).
NiCl2 +
NH3 [Ni(NH3)6]Cl2
Kuning violet
d.
Reaksi oksidasi – reduksi
Senyawa – senyawa kobalt
(III) kompleks selalu dibuat dari garam kobalt (II), sebab bilangan oksidasi
kobalt biasanya (II). Kobalt (III) kompleks stabil bila mempunyai gugus
koordinasi tertentu. Reaksi kobalt (II) dengan ligan cepat dan ini kemudian
dapat dibuat kobalt (III) kompleks dengan jalan oksidasi. Pembentukan kompleks
[Co(NH3)6] Cl3 terjadi secara bertahap.
[Co(H2O)6]
Cl2 + 6NH3 → [Co(NH3)6] Cl2
+6H2O
[Co(NH3)6] Cl2 +
4NH3Cl + O2→ 4[Co(NH3)6]
Cl3 + 4NH3 + 2H2O
2. Kompleks
Metal – karbonil dan Organometalik
Senyawa golongan ini yang pertama dikenal adalah biru Prusia
: Fe [Fe2(CN)6]3 . senyawa karbonil Ni(CO)4
dan Fe(CO)3 dibuat oleh Mond (Prancis) pada tahun 1890. Sejak
itu banyak senyawa – senyawa jenis ini telah dibuat, termasuk senyawa – senyawa
golongan ini ialah :
1. Senyawa – senyawa
berisi alkil seperti : [(CO)5MnCH3].
2. Senyawa – senyawa
berisi ikatan aril seperti : [P { (C2H5)3 }2
Pt(C6H5)2].
3. Senyawa – senyawa
berisi ikatan antara logam – karbon.
4. Senyawa – senyawa
olefin.
Logam
dalam senyawa ini biasanya mempunyai bilangan oksidasi sangat rendah.
Pembuatannya biasanya dilakukan dalam pelarut bukan air seperti : diglime [(CH3OCH2CH2)2O],
tetrahidrofuran dan dietil eter.
a. Pembuatan Metal Karbonil
Mond mula – mula
membuat zat ini dari gas CO dengan logam yang halus :
Ni + 4CO Ni(CO)4
Tidak berwarna
2Co + 8CO Co2(CO)8
Dari nomor atom efektif dapat dijelaskan bahwa :
1.
Atom – atom dengan nomor atom genap membentuk karbonil – karbonil monomer seperti : Cr(CO)6 ,
Fe(CO)5 , Ni(CO)4 .
2.
Atom – atom dengan nomor atom ganjil membentuk karbonil – karbonil dimer,
seperti : Mn2(CO)10 , Co2(CO)8 .
b.
Pembuatan Senyawa Logam Olefin
pada tahun 1827 W.C. Zeise, ahli farmasi dari spanyol
mendapatkan bahwa reaksi C2H4 dengan [PtCl4]2-
dalam HCl encer menghasilkan senyawa yang berisi platina dan etilen
dengan rumus :
[PtCl4]2- + C2H4 [PtCl3C2H4]-
+
Cl-
Orange
2 [PtCl4]2- + 2C2H4 [ Pt2Cl4 (C2H4)2]
+
4Cl-
Rose
c.
Pembuatan Senyawa Senwich
sejak tahun 1950 telah banyak dibuat
senyawa – senyawa logam transisi, dimana atom logam terdapat sebagai “daging”
di antara dua senyawa organik yang datar, seakan – akan berupa “roti slice”
dalam molekul yang berbentuk “sandwich”. Senyawa yang paling stabil berisi
anion siklopentadien (C5H5).
.
Pengaruh ligan atom pusat pada warna senyawa kompleks
a. Banyak
kompleks logam transisi memiliki warna yang khas. Hal ini berarti ada absorpsi
di daerah sinar tampak dari elektron yang dieksitasi oleh cahaya tampak dari
tingkat energi orbital molekul kompleks yang diisi elektron ke tingkat energi
yang kosong. Bila perbedaan energi antar orbital yang dapat mengalami transisi
disebut ΔΕ, frekuensi absorpsi ν diberikan oleh persamaan ΔΕ = hν. Transisi
elektronik yang dihasilkan oleh pemompaan optis (cahaya) diklasifikasikan
secara kasar menjadi dua golongan. Bila kedua orbital molekul yang memungkinkan
transisi memiliki karakter utama d, transisinya disebut transisi d-d atau
transisi medanligan, dan panjang gelombang absorpsinya bergantung sekali pada
pembelahan medanligan. Bila satu dari dua orbital memiliki karakter utama logam
dan orbital yang lain memiliki karakter ligan, transisinya disebut transfer muatan.
Transisi transfer muatan diklasifikasikan atas transfer muatan logam ke ligan
(metal (M) to ligand (L) charge-transfers (MLCT)) dan transfer muatan ligan ke
logam (LMCT).
Karena analisis spektra kompleks oktahedral cukup mudah, spektra kompleks ini telah dipelajari dengan detail beberapa tahun. Bila kompleks memiliki satu elektron d, analisisnya sangat sederhana. Misalnya, Ti dalam [Ti(OH2)6] 3+ adalah ion d1, dan elektronnya menempati orbital t2g yang dihasilkan oleh pembelahan medan ligan oktahedral. Kompleksnya bewarna ungu akibat absorpsi pada 492 nm (20300 cm-1) berhubungan dengan pemompaan optis elektron d ke orbital eg. Namun, dalam kompleks dengan lebih dari satu elektron d, ada interaksi tolakan antar elektron, dan spektrum transisi d-d memiliki lebih dari satu puncak. Misalnya kompleks d3 [Cr(NH3)6]3+ menunjukkan dua puncak absorpsi d-d pada 400 nm (25000 cm-1), menyarankan bahwa kompleksnya memiliki dua kelompok orbital molekul yang memungkinkan transisi elektronik dengan probabilitas transisi uang besar. Hal ini berarti, bila tiga elektron di orbital t2g dieksitasi ke orbital eg, ada perbedaan energi karena interaksi tolakan antar elektron. Jadi warna itu muncul akibat interaksi optis (pemompaan optis/cahaya) ligan dengan atom pusat setelah dalam bentuk senyawa kompleksnya
Karena analisis spektra kompleks oktahedral cukup mudah, spektra kompleks ini telah dipelajari dengan detail beberapa tahun. Bila kompleks memiliki satu elektron d, analisisnya sangat sederhana. Misalnya, Ti dalam [Ti(OH2)6] 3+ adalah ion d1, dan elektronnya menempati orbital t2g yang dihasilkan oleh pembelahan medan ligan oktahedral. Kompleksnya bewarna ungu akibat absorpsi pada 492 nm (20300 cm-1) berhubungan dengan pemompaan optis elektron d ke orbital eg. Namun, dalam kompleks dengan lebih dari satu elektron d, ada interaksi tolakan antar elektron, dan spektrum transisi d-d memiliki lebih dari satu puncak. Misalnya kompleks d3 [Cr(NH3)6]3+ menunjukkan dua puncak absorpsi d-d pada 400 nm (25000 cm-1), menyarankan bahwa kompleksnya memiliki dua kelompok orbital molekul yang memungkinkan transisi elektronik dengan probabilitas transisi uang besar. Hal ini berarti, bila tiga elektron di orbital t2g dieksitasi ke orbital eg, ada perbedaan energi karena interaksi tolakan antar elektron. Jadi warna itu muncul akibat interaksi optis (pemompaan optis/cahaya) ligan dengan atom pusat setelah dalam bentuk senyawa kompleksnya
Teori medan ligan
Teori medan ligan adalah satu dari teori yang
paling bermanfaat untuk menjelaskan struktur elektronik kompleks. Awalnya teori
ini adalah aplikasi teorimedan kristal pada sistem kompleks.
Kompleks oktahedral berbilangan koordinasi
enam
Lima orbital d dalam kation logam transisi
terdegenerasi dan memiliki energi yang sama.Medan listrik negatif yang sferik
di sekitar kation logam akan menghasilkan tingkat energi total yang lebih
rendah dari tingkat energi kation bebas sebab ada interaksi elektrostatik.
Interaksi repulsif antara elektron dalam orbital logam danmedanlistrik
mendestabilkan sistem dan sedikit banyak mengkompensasi stabilisasinya.Kini ion
tidak berada dalam medan negatif yang uniform, tetapi dalam medan yang
dihasilkan oleh enam ligan yang terkoordinasi secara oktahedral pada atom
logam. Medannegatif dari ligan disebut dengan medanligan. Muatan negatif, dalam
kasus ligannya anionik, atau ujung negatif (pasangan elektron bebas) dalam
kasus ligan netral, memberikan gayatolakan pada orbital d logam yang
anisotropik bergantung pada arah orbital. Positisi kation logam dianggap pusat
koordinat Cartesius. Maka, orbital dx2-y2 dan dz2
berada searah dengan sumbu dan orbital dxy, dyz,
dan dxz berada di antara sumbu. Bila ligan ditempatkan di
sumbu, interaksi repulsifnya lebih besar untuk orbital eg (dx2-y2,
dz2) daripada untuk orbital t2g (dxy,
dyz, dxz), dan orbital eg didestabilkan dan
orbital t2g distabilkan dengan penstabilan yang sama.
Dalam diskusi berikut ini, hanya perbedaan energi antara orbital t2g
dan eg sangat penting dan energi rata-rata orbital-orbital
ini dianggap sebagai skala nol. Bila perbedaan energi dua orbital eg
dan tiga orbital t2g dianggap ∆o, tingkat
energi eg adalah +3/5∆o dan tingkat energi orbital t2g
adalah -2/5∆o (Gambar 6.6). (∆o biasanya juga diungkapkan
dengan 10 Dq. Dalam hal ini energi eg menjadi 6 Dq dan energi t2g-4
Dq).
Ion logam transisi memiliki 0 sampai 10
elektron d dan bila orbital d yang terbelah diisi dari tingkat
energi rendah, konfigurasi elektron t2gxegy
yang berkaitan dengan masing-masing ion didapatkan. Bila tingkat energi nol
ditentukan sebagai tingkat energi rata-rata, energi konfigurasi elektron
relatif terhadap energi nol adalah
LFSE = (-0.4x+0.6y)∆0
Nilai ini disebut energi penstabilan
medanligan (ligand field stabilization energy = LFSE). Konfigurasi
elektron dengan nilai LFSE lebih kecil (dengan memperhitungkan tanda minusnya)
lebih stabil. LFSE adalah parameter penting untuk menjelaskan kompleks logam
transisi.
Syarat lain selain tingkat energi yang
diperlukan untuk menjelaskan pengisian elektron dalam orbital t2g
dan eg adalah energi pemasangan. Bila elektron dapat
menempati orbital dengan spin antiparalel, namun akan ada tolakan elektrostatik
antar elektron dalam orbital yang sama. Tolakan ini disebut energi pemasangan (pairing
energy = P).
Bila jumlah elektron d kurang dari tiga,
energi pemasangan diminimasi dengan menempatkan elektron dalam orbital t2g
dengan spin paralel. Dengan demikian konfigurasi elektron yang dihasilkan
adalah t2g1, t2g2,
atau t2g3.
Dua kemungkinan yang mungkin muncul bila ada
elektron ke-empat. Orbital yang energinya lebih rendah t2g
lebih disukai tetapi pengisian orbital ini akan memerlukan energi pemasangan,
P.
Energi totalnya menjadi
-0.4∆o × 4 + p = -1.6∆o + P
Bila elektron mengisi orbital yang energinya
lebih tinggi eg, energi totalnya menjadi
-0.4∆o × 3 + 0.6∆o =
-0.6∆o
Konfigurasi elektron yang akan dipilih
bergantung pada mana dari keduanya yang nilainya lebih besar. Oleh karena itu
bila ∆o > P, t2g4 lebih disukai dan
konfigurasi ini disebut medan kuat atau konfigurasi elektron spin rendah.
Bila ∆o < P, t2g3 eg1
lebih disukai dan konfigurasi ini disebut medan lemah atau konfigurasi elektron
spin tinggi. Pilihan yang sama akan terjadi untuk kompleks oktahedral d5,
d6, dan d7 dan dalam medan kuat akan
didapat t2g5, t2g6, t2g6
eg1 sementara dalam medan lemah akan lebih stabil bila
konfigurasinya t2g3 eg2,
t2g4 eg2, t2g5
eg2. Parameter pemisahan medan ligan ∆o
ditentukan oleh ligan dan logam, sementara energi pemasangan, P, hampir konstan
dan menunjukkan sedikit ketergantungan pada identitas logam.
Ikatan σ
Orbital-orbital molekul yang dibentuk oleh
koordinasi dapat dilihat sebagai akibat dari donasi dua elektron oleh tiap-tiap donor σ ligan ke
orbital-d logam.
Pada kompleks oktahedral, ligan mendekat ke logam sepanjang sumbu x, y,
dan z, sehingga orbital simetri σ nya membentuk kombinasi ikatan dan
anti-ikatan pada orbital dz2 dan dx2−y2.
Orbital dxy, dxz dan dyz
yang tersisa menjadi orbital non-ikatan. Beberapa interaksi ikatan (dan
anti-ikatan) yang lemah dengan orbital s dan p logam juga
terjadi, menghasilkan total 6 orbital molekul ikatan (dan 6 orbital
anti-ikatan).
§
Ligand-Field scheme summarizing σ-bonding in the
octahedral complex [Ti(H2O)6]3+. Dalam istilah
simetri molekul, enam
orbital pasangan menyendiri ligan-ligan membentuk enam kombinasi linear simetri
tersuai (Bahasa Inggris: Symmetry adapated linear combination) orbital
atau juga disebut sebagai orbital kelompok ligan (ligand group orbitals).
Representasi
taktereduksinya adalah a1g, t1u dan eg.
Logam juga mempunyai enam orbital valensi yang memiliki representasi
taktereduksi yang sama, yaitu orbital s berlabel a1g,
orbital p berlabel t1u, dan orbital dz2
beserta dx2−y2
berlabel eg. Enam orbital molekul ikatan σ dihasilkan oleh
kombinasi orbital SALC ligan dengan orbital logam yang bersimetri sama.
Ikatan π
Ikatan π pada kompleks oktahedral terbentuk
dengan dua cara: via orbital p ligan yang tidak digunakan pada ikatan σ,
ataupun via orbital molekul π atau π* yang terdapat pada ligan.
Orbital-orbital p logam digunakan untuk ikatan σ, sehingga interaksi π
terjadi via orbital d, yakni dxy, dxz
dan dyz. Orbital-orbital ini adalah orbital yang tidak
berikatan apabila hanya terjadi ikatan σ.
Satu ikatan π pada kompleks koordinasi yang
penting adalah ikatan π logam ke ligan, juga dikenal sebagai ikatan balik π. Ia terjadi
ketika LUMO ligannya adalah orbital π*
anti-ikatan. Orbital-orbital ini berenergi sangat dekat dengan orbital-orbital dxy,
dxz dan dyz orbitals, sehingga mereka dapat
membentuk orbital ikatan. Orbital anti-ikatan ini berenergi lebih tinggi
daripada orbital anti-ikatan dari ikatan σ bonding, sehingga setelah orbital
ikatan π yang baru terisi dengan elektron dari orbital-orbital d logam,
ΔO meningkat dan ikatan antara ligan dengan logam menguat.
Ligan-ligan pada akhirnya memiliki elektron pada orbital molekul π*-nya,
sehingga ikatan π pada ligan melemah.
Bentuk koordinasi ikatan π yang lain adalah
ikatan ligan ke logam. Hal ini terjadi apabila orbital simetri- π p atau
orbital π pada ligan terisi. Ia bergabung dengan orbital dxy,
dxz dan dyz logam, dan mendonasikan
elektron-elektronnya, sehingga menghasilkan ikatan simetri-π antara ligan
dengan logam. Ikatan logam-ligan menguat oleh interaksi ini, namun orbital
molekul anti-ikatan dari ikatan ligan ke logam tidak setinggi orbital molekul
anti-ikatan dari ikatan σ. Ia terisi dengan elektron yang berasal dari orbital d
logam dan menjadi HOMO kompleks tersebut. Oleh karena
itu, ΔO menurun ketika ikatan ligan ke logam terjadi.
Stabilisasi yang dihasilkan oleh ikatan logam
ke ligan diakibatkan oleh donasi muatan negatif dari ion logam ke ligan. Hal
ini mengijinkan logam menerima ikatan σ lebih mudah. Kombinasi ikatan σ ligan
ke logam dan ikatan π logam ke ligan merupakan efek sinergi dan memperkuat satu sama
lainnya.
Karena enam ligan mempunyai dua orbital
simetri π, terdapat total keseluruhan dua belas orbital tersebut. Kombinasi
linear simetri tersuainya mempunyai empat degenerat triplet representasi
taktereduksi, salah satunya bersimetri t2g. Orbital dxy,
dxz dan dyz pada logam juga mempunyai
simetri ini, sehingga ikatan π yang terbentuk antara logam pusat dengan enam
ligan juga mempunyai simetri tersebut.
v
Sintesis senyawa kompleks
Banyak sintesis senyawa kompleks yang telah dilakukan menghasilkan
senyawa antara sebagai katalis yang dapat membantu dalam reaksi-reaksi kimia.
Salah satu senyawa yang dapat digunakan dalam sintesis kompleks adalah ligan
yang berasal dari basa Schiff, dimana senyawa kompleks yang terbebtuk merupakan
salah satu senyawa antara yang dapat digunakan untuk bermacam penerapan ilmu,
seperti dalam ilmu biologi, klinik dan analitik. Kerja dan aktivitas obat
menunjukkan kenaikan setelah dijadikan logam-logam transisi terkhelat yang
ternyata lebih baik daripada hanya menggunakan senyawa organik.Logam-logam
transisi seperti Mn(II), Cu(II) merupakan asam yang baik dalam pembentukan
senyawa kompleks dengan ligan basa Schiff. Prinsip yang digunakan adalah
prinsip reaksi kondensasi dimana dua atau lebih molekul bergabung menjadi satu
molekul yang lebih besar, dengan atau tanpa hilangnya suatu molekul kecil
seperti reaksi pada ligan basa Schiff turunanan dari karbazona dan anilina.
Sintesis ligan basa Schiff melalui reaksi kondensasi yang terjadi pada 1,5
dimethylkarbazona dan anilina, menunjukkan bahwa keduanya mempunyai nitrogen
dan oksigen yang merupakan donor karena memiliki pasangan elektron bebas yang
dapat disumbangkan dalam ikatan kovalen koordinasi yang terbentuk dalam senyawa
kompleks. Ligan inilah yang kemudian akan diikatkan atau digabungkan dengan
logam-logam transisi seperti Mn(II), Cu(II) membentuk senyawa kompleks. Ligan
yang terbentuk tergolong dalam ligan multidentat atau ligan khelat, tergantung
dari banyaknya tempat yang dapat diikat oleh atom pusat.Senyawa kompleks yang
terbentuk dari ligan basa Schiff dan ion logam transisi merupakan katalisator,
dan dalam prosesnya terjadi hibridisasi yang berbeda-beda untuk tiap logam.
Struktur senyawa kompleks dapat dijelaskan melalui teori ikatan valensi,
teorimedankristal dan teori orbital molekul.
v Struktur
Elektronik Kompleks
Diperlukan beberapa konsep untuk memahami struktur, spektrum, kemagnetan,
dan kereaktifan kompleks yang bergantung pada konfigurasi elektron d.
Khususnya, teori struktur elektronik sangat penting.Beberapa ligan dapat
dideretkan dalam suatu deret spektrokimia berdasarkan kekuatan medannya, yang
tersusun sebagai berikut : I- < Br- < S2- <
SCN- < Cl- < NO3- < F-
< OH-< Ox2- < H2O < NCS-
< NH3 < en < bipi < fen < NO2- <
CN- < CO, dengan Ox = oksalat, en =etilendiamin, bipi =
2,2’-bipiridin dan fen = fenantrolin ( Huhey, 1993). Ligan NO2 dalam
deret spektrokimia lebih kuat dibandingkan ligan-ligan feroin (fenantrolin,
bipiridin dan etilendiamin) dan lebih lemah dari ligan CN.
v
Kegunaan senyawa kompleks
Senyawa kompleks sebagai katalis
Studi mengenai senyawa kompleks logam transisi menjadi sangat menarik
terkait sifat kimianya yang dapat diaplikasikan sebagai katalis. Sifat-sifat
logam pusat seperti muatan, tingkatan oksidasi, konfigurasi elektron dan
geometri akan memberikan pengaruh pada reaktifitas senyawa kompleks tersebut.
Katalis senyawa kompleks logam transisi dengan rumus umum [M(L)n]x[A]y dimana M adalah ion logam pusat, L adalah ligan lemah dan A adalah anion lawan berdaya koordinasi lemah atau sama sekali non koordinasi, beberapa diantaranya telah diaplikasikan sebagai katalis dalam reaksi kimia organik. Reaktifitas senyawa kompleks logam transisi ini sebagai katalis muncul disebabkan oleh karena dua hal. Pertama, ligan lemah yang terikat pada ion logam pusat dapat dengan mudah disubsitusi atau digantikan kedudukannya oleh substrat. Kedua, anion lawan yang berdaya koordinasi lemah atau sama sekali non koordinasi yang merupakan suatu asam lewis kuat, dapat meningkatkan keasaman lewis dari logam pusat. Keasaman diperlukan untuk menarik substrat agar terikat ke pusat aktif logam. Beberapa senyawa kompleks tembaga(II) seperti [Cu(NCCH3)6][B(C6F5)4]2 dan [Cu(NCCH3)6][BF4]2 dilaporkan telah berhasil disintesis dan diaplikasikan pada reaksi kimia organik seperti aziridinasi dan siklopropanasi berbagai senyawa olefin pada tempratur ruang baik pada fasa homogen maupun heterogen. Pada fasa homogen, katalis-katalis ini menunjukkan hasil yang memuaskan dengan rendemen hasil dan selektifitas yang tinggi. Sedangkan pada fasa heterogen katalis-katalis ini menunjukkan penurunan aktifitas setelah digunakan untuk beberapa kali reaksi. Meski demikian, katalis homogen masih memiliki beberapa kelemahan seperti sulitnya pemisahan dari produk, serta akumulasi logam dan ligan yang bersifat toksik dari senyawa komplek logam transisi yang dapat mecemari lingkungan
v
Warna kompleks logam transisi
Warna-warna cerah yang terlihat pada kebanyakan senyawa koordinasi dapat dijelaskan dengan teori
medan kristal ini. Jika orbital-d dari sebuah kompleks berpisah menjadi
dua kelompok seperti yang dijelaskan di atas, maka ketika molekul tersebut
menyerap foton
dari cahaya tampak, satu atau lebih elektron yang berada dalam orbital tersebut
akan meloncat dari orbital-d yang berenergi lebih rendah ke orbital-d
yang berenergi lebih tinggi, menghasilkan keadaam atom yang tereksitasi.
Perbedaan energi antara atom yang berada dalam keadaan dasar dengan yang berada
dalam keadaan tereksitasi sama dengan energi foton yang diserap dan berbanding
terbalik dengan gelombang cahaya. Karena hanya gelombang-gelombang cahaya (λ)
tertentu saja yang dapat diserap (gelombang yang memiliki energi sama dengan
energi eksitasi), senyawa-senyawa tersebut akan memperlihatkan warna
komplementer (gelombang cahaya yang tidak terserap).
Seperti yang dijelaskan di atas, ligan-ligan
yang berbeda akan menghasilkan medan kristal yang energinya berbeda-beda pula,
sehingga kita bisa melihat warna-warna yang bervariasi. Untuk sebuah ion logam,
medan ligan yang lebih lemah akan membentuk kompleks yang Δ-nya bernilai
rendah, sehingga akan menyerap cahaya dengan λ yang lebih panjang dan
merendahkan frekuensi ν. Sebaliknya medan ligan yang lebih kuat akan
menghasilkan Δ yang lebih besar, menyerap λ yang lebih pendek, dan meningkatkan
ν. Sangtalah jarang energi foton yang terserap akan sama persis dengan
perbedaan energi Δ; terdapat beberapa faktor-faktor lain seperti tolakan
elektron dan efek Jahn-Teller yang
akan mempengaruhi perbedaan energi antara keadaan dasar dengan keadaan
tereksitas
v TATA NAMA SENYAWA KOMPLEKS
Tata cara penamaan senyawa kompleks antara
lain dipublikasikan oleh IUPAC dalam Nomenclature
of Inorganic Chemistry ( Blackwell Scientific Publisher, 1989).
Beberapa aturan dasar dalam penamaan senyawa
kompleks dijelaskan berikut ini.
v PENULISAN
NAMA SENYAWA KOMPLEKS
Dalam menuliskan nama dari suatu senyawa kompleks, beberapa aturan dasar adalah
sebagai berikut :
1.
Nama ion positif dalam senyawa kompleks dituliskan di awal, diikuti nama ion
negatif
2. Untuk menuliskan nama ion
kompleks, nama ligan dituliskan pertama dan diurutkan secara alfabetis (tanpa
memandang jenis muatannya), diikuti oleh nama logam
Contoh :
§
[CoSO4(NH3)4]NO3
tetraamminsulfatkobalt
(III) nitrat
§ K4[Fe(CN)6]
kalium heksasianoferat
(II)
3.
Jika dalam senyawa kompleks ada sejumlah ligan yang sama, biasanya digunakan
awalan di, tri, tetra, penta, heksa, dan seterusnya untuk menunjukkan jumlah ligan dari jenis
itu. Suatu pengecualian terjadi jika nama dari suatu ligan mengandung suatu
angka, misalnya dipiridil atau etilendiamin.
Untuk menghindari kerancuan dalam kasus semacam itu, digunakan awalan bis, tris,
dan tetrakis sebgai ganti di, tri,
dan tetra, dan nama dari ligan
ditempatkan dalam tanda kurung.
Contoh :
-
[Co(en)3]2(SO4)3
Tris(etilendiammin)kobalt(III) sulfat
-
[Co(en)2(ONO)Cl]Cl
Bis(etilendiammin)nitritokobalt(III) klorida
Contoh lain :
Senyawa [Cu(py)2Cl2], (py adalah ligan piridin), tidak
dinamakan sebagai diklorodipiridintembaga
(II). Kompleks tersebut dinamakan sebagai kompleks diklorobis(piridin)tembaga(II). Penamaan tersebut
dikarenakan kompleks mengandung 2 ligan piridin, bukan 1 ligan dipiridin.
Aturan Penulisan Nama Ligan
(a)
Nama dari ligan yang bermuatan negatif beri akhiran –o, contohnya:
F-
fluoro
Cl-
kloro
Br-
bromo
I-
iodo
|
H-
hidrida
OH-
hidrokso
O2-
okso
O2-2
perokso
|
HS-
merkapto
S2-
thio
CN-
siano
NO2-
nitro
|
(b)
Ligan yang tidak bermuatan atau netral tidak diberi akhiran khusus. Contohnya
meliputi NH3 (amina), H2O (akua), CO (karbonil) dan NO
(nitrosil). Ligan N2 dan O2 disebut dinitrogen dan
dioksigen. Ligan organik biasanya disebut dengan nama lazimnya, contohnya
fenil, metil, etilendiamin, piridin, trifenilfosfin
(c)
Walaupun jarang ada, ligan yang bermuatan positif diberi akhiran –ium, misalnya NH2NH3+
(hidrazinium)
Beberapa ligan yang cukup rumit strukturnya
atau memiliki nama yang cukup panjang dapat dituliskan dengan menggunakan
singkatan tertentu. Beberapa nama ligan yang umumnya disingkat dapat dilihat
dalam tabel berikut.
Nama ligan
|
Simbol/singkatan
|
Etilendiamin
Piridin
Propilendiammin
Dietilendiammin
Trietilendiammin
Bipiridin
Etilendiamintetraasetat
Dimetilglioksimat
Fenantrolin
|
en
py
pn
dien
trien
bipy
EDTA
DMG
Phen
|
Aturan Penulisan Nama Logam
a.
Nama logam pusat dalam ion kompleks dituliskan paling akhir
b.
Logam pada kompleks negatif (anion) diberi akhiran –at
Contoh : Na[Co(CO)4] = natrium
tetrakarbonilkobaltat (I)
c.
Logam pada kompleks netral atau kompleks positif (kation) tidak diberi akhiran
khusus
Contoh :
[Co(NO2)3(NH3)3]
= Triammindinitrokobalt(III)
[CoSO4(NH3)4]NO3
= Tetraamminsulfatokobalt(III)
d.
Muatan dari logam pusat ditunjukkan dengan angka Romawi yang langsung
dituliskan di belakang nama logam tersebut
v PENULISAN
RUMUS MOLEKUL SENYAWA KOMPLEKS
Dalam menuliskan rumus molekul senyawa
kompleks, ada beberapa aturan yang harus iikuti, yaitu sebagai berikut :
1.
Ion kompleks dituliskan dalam tanda kurung persegi
2.
Logam dituliskan pertama, diikuti ligan
3.
Ligan dituliskan setelah logam dengan urutan : ligan negatif – ligan netral – ligan positif
4.
Urutan penulisan ligan dengan muatan yang sama disesuaikan dengan urutan
abjad
Contoh :
-
triammintrinitrokobalt (III) = [Co(NO2)3(NH3)3]
-
kalium
nitrosilpentasianoferat(II) = K[Fe(CN)5NO]
v
LIGAN AMBIDENTAT
Beberapa jenis ligan memiliki lebih dari satu pasang elektron bebas yang
bisa digunakan dalam pembentukan ikatan, sehingga dapat terikat pada logam
melalui atom yang berbeda. Ligan semacam ini disebut sebagai ligan ambidentat.
Contoh :
NO2- :
nitro
ONO- : nitrito
Ligan nitro berikatan dengan logam melalui
pasangan elektron bebas pada atom N. Adapun ligan nitrito berikatan dengan
logam melalui psangan elektron bebas yang dimiliki oleh atom O
SCN- :
tiosianato
NCS- : isotiosiano
Tiosianat terikat
pada logam melalui atom S. Sedangkan isotiosianta membentuk ikatan dengan logam
melalui pasangan elektron bebas yang dimiliki oleh atom N
Atom pada ligan
yang berikatan dengan logam dapat pula ditunjukkan dengan menuliskannya dalam huruf
kapital
Contoh :
-
[Co(NH3)5(NO2)]Cl2
(kuning-kecoklatan)
Pentaamminnitrokobalt(III) klorida
pentaamminnitrito-N-kobalt(III) klorida
-
[Co(NH3)5(ONO)]Cl2
(merah)
Pentaamminnitritokobalt(III) klorida
Pentaamminnitrito-O-kobalt(III) klorida
v
LIGAN JEMBATAN
Pada sejumlah kompleks, terdapat lebih dari satu
atom logam sebagai atom pusat dari kompleks tersebut. Kedua atom logam
dihubungkan oleh ligan yang berfungsi sebagai jembatan dengan menghubungkan 2
atom logam tersebut. Ligan semacam ini disebut sebagai ligan jembatan
Ligan yang
berfungsi sebagai ligan jembatan pada penulisannya diberi awalan μ. Jika ada dua atau lebih
ligan jembatan, dinyatakan sebagai di-μ atau μ-di,tri-μ atau μ-tri, dan seterusnya
Urutan ligan
jembatan dalam penulisan nama kompleks disesuaikan secara alfabetis dengan
ligan-ligan lainnya dalam kompleks tersebut
IV. Alat
dan bahan
A.
Alat
Adapun alat yang digunakan adalah
No
|
Alat
|
Jumlah
|
1
|
Tabung
reaksi
|
2
buah
|
2
|
Penangas
air
|
1
buah
|
3
|
Hotplate
|
1
buah
|
4
|
Gelas
ukur
|
2
buah
|
5
|
Pipet
tetes
|
3
buah
|
B.
Bahan
Adapun bahan yang digunakan
No
|
Bahan
|
Jumlah
|
1
|
Larutan
COCl3.6H2O
|
0,1
M
|
2
|
Larutan
NiCl2.6H2O
|
0,1
M
|
3
|
Larutan
NH4OH
|
0,1
M
|
V. Prosedur
kerja
1.
Memasukkan 2 mL
larutan CoCl3.6H2O 0,1 M ke dalam tabung reaksi. Kemudian
mencatat warna larutan yang ada.
2.
Secara perlahan memasukkan satu tetes larutan amonia ke dalam tabung reaksi
(jangan mengenai dinding tabung reaksi) lalu mengguncang tabung secara perlahan
dan hati – hati, kemudian mengamati apa yang terjadi.
3.
Melanjutkan penambahan larutan amonia tetes yang kedua,
ketiga, keempat dan seterusnya dan setiap penambahan tetesan amonia ini tabung
reaksi diguncang perlahan dan mengamati apa yang terjadi
4.
Melakukan penambahan larutan amonia sampai tidak ada
perubahan warna larutan dalam tabung reaksi.
5.
Memanaskan tabung reaksi setelah langkah 4 dalam
penangas air yang sudah hampir mendidih selama 30 menit. Kemudian mencatat
hasil pengamatan pada setiap 2 menit pengamatan.
6.
Melakukan kegiatan 1 sampai 5 untuk larutan NiCl2.6H2O mencatat
semua pengamatan anda.
VI. Hasil
Pengamatan :
No.
|
Perlakuan
|
Hasil Pengamatan
|
A.
1.
2.
3.
B
1
2
3
|
2 mL larutan CoCl3.6H2O 0,1 M
2 ml CoCl3.6H2O 0,1 M + 1
tetes NH4OH
Ø
Tetes kedua
Ø
Tetes ketiga
Ø
Tetes keempat
Ø
Tetes kelima
Memanaskan tabung selama 30 menit,menit ke
-
Ke Dua
-
Ke Empat
-
Ke Enam
-
Ke Delapan
-
Ke Sepuluh
-
Ke Dua belas
-
Ke empat belas
-
Ke enam belas
-
Ke delapan belas
-
Ke dua puluh
-
Ke dua puluh dua
-
Ke dua puluh empat
-
Ke dua puluh enam
-
Ke dua puluh delapan
-
Ke tiga puluh
-
2 ml NiCl2.6H2O 0,1M
-
2 ml NiCl2.6H2O 0,1 M +
1 Tetes NH4OH
-
Tetes pertama
-
Tetes kedua
-
Tetesan ketiga
-
Tetesan keempat
-
Tetesan kelima
-
Memanaskan tabung selama 30 menit,menit ke
-
Dua
-
Empat
-
-
Enam
-
Delapan
-
Sepuluh
-
Dua belas
-
Empat belas
-
Enam belas
-
Delapan belas
-
Dua puluh
-
Dua puluh dua
-
Dua puluh empat
-
Dua puluh enam
-
Dua puluh delapan
-
Tiga puluh
|
v
Warnanya pink bening ( warna larutan awal)
v
Warna larutan pink bening dan belum ada nya endapan
v
Tidak terjadi perubahan sama seperti
penambahan 1 tetes NH4OH
v
Warna larutan pink bening dan ada nya endapan
v
Warna larutan pink keruh dan mengendap
v
Tidak terjadi perubahan sama seperti tetes ke
empat.
v
Warna larutan pink keruh,serta ada nya
gelembung disekitar diding tabung
v
Tidak terjadi perubahan sama seperti dua menit
pertama
v
Warna larutan pink keruh dan terbentuk endapan
ungu
v
Larutan berwarna pink bening dan endapan
berada didasar tabung
v
Ada nya endapan seperti gel didasar
larutanyang berwarna ungu
Larutan berwarna pink
bening ( tidak keruh ).
v
Tidak ada perubahan hasil pengamatan sama
seperti menit ke sepuluh
v
Tidak ada perubahan hasil pengamatan sama
seperti menit ke sepuluh
v
Warna larutan pink bening dan endapan didasar
tabung reaksi semakin banyak
v
Warna larutan tetap pink bening dan endapan
semakin pekat serta berwarna ungu muda
v
Tidak terjadi perubahan hasil pengamatan sama seperti
menit ke delapan belas
v
Tidak terjadi perubahan hasil pengamatan sama
seperti menit ke delapan belas
v
Tidak terjadi perubahan hasil pengamatan sama
seperti menit ke delapan belas
v
Tidak terjadi perubahan hasil pengamatan sama
seperti menit ke delapan belas
v
Warna larutan pink bening endapan mengumpul
didasar tabung reaksi serta endapan nya berwarna ungu
v
Warna larutan pink bening endapan mengumpul
didasar tabung reaksi serta endapan nya berwarna ungu
Ada nya gelembung udara
diatas dan di dinding tabung.
Ø
Warna hijau bening
Ø
Warna larutan lebih bening dari larutan awal
Ø
Warna hijau lebih muda dari tetesan pertama
Ø
Warna hijau lebih muda dari tetesan kedua
Ø
Warna hijau lebih muda dari tetesan ketiga
Ø
Warna hijau lebih muda dari tetesan keempat
Ø
Warna hijau bening
Ø
Warna tetap hijau bening
Ø
Warna larutan hijau bening dan mulai terbentuk
endapan
Ø
Pada bagian atas larutan berwarna hijau tua dan pada bagian bawah
berwarna hijau muda dan terbentuk endapan
Ø
Tetap sama seperti menit kedelapan
Ø
Tetap sama dan endapan turun kelapisan bawah
larutan
Ø
Warna hijau mulai berkurang dan endapan tetap
ada
Ø
Tetap sama seperti menit sebelum nya
Ø
Tetap sama
Ø
Tetap sama
Ø
Tetap sama
Ø
Tetap sama
Ø
Tetap sama
Ø
Tetap sama
Ø
Tetap sama
|
VII. Pembahasan
Hasil Percobaan
Percobaan ini dilakukan untuk memperkirakan rumus molekul senyawa kompleks berdasarkan
perubahan warna senyawa yang terbentuk. Langkah pertama pada bagian A ialah
memasukkan 2 mL larutan COCl3.6H2O 0,1 M ke dalam tabung
reaksi. Warna dari larutan NiCl2.6H2O 0,1 M Pink bening
(warna larutan awal ). Kemudian Secara
perlahan memasukkan satu tetes larutan
amonia ke dalam tabung reaksi (jangan mengenai dinding tabung reaksi) lalu mengguncang
tabung secara perlahan dan hati – hati. Langkah selanjutnya adalah melanjutkan
penambahan larutan amonia tetes yang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya dan
setiap penambahan tetesan amonia ini tabung reaksi diguncang perlahan. Setelah
diamati ketika penambahan 1 tetes Warna larutan pink bening dan belum ada nya endapan
Tetes kedua tidak ada perubahan sama seperti tetes pertama Tetes
ketiga Warna larutan pink bening dan ada
nya endapan Tetes keempat Warna larutan pink keruh dan mengendap tetes kelima
Tidak terjadi perubahan sama seperti tetes ke empat.Perubahan warna setelah
penambahan beberapa tetes larutan amonia (NH3), dikarenakan hadirnya
ligan NH3 yang menyebabkan pemisahan (splitting) tingkat energi pada
orbital – orbital yang ada pada senyawa NiCl2.6H2O.
Sehingga sinar – sinar tampak mengeksitasi elektron dari orbital d energi rendah ke orbital d energi tinggi.
Penggantian ligan dari ligan
dengan medan lemah ke ligan dengan medan kuat, akan memberikan Δ (selisih tingkat energi antara orbital d energi rendah dengan orbital d energi tinggi) yang semakin besar. Hal
ini mengakibatkan sinar yang diserap panjang gelombangnya semakin pendek,
artinya warna komplemennya atau yang tampak oleh mata akan memudar atau bahkan
berubah tergantung dari ligannya. Ligan
air (H2O) memiliki energi 40,85 kkal/mol yang lebih rendah daripada
amonia (NH3) yaitu 46,87 kkal/mol. Hal ini disebabkan oleh ligan H2O
bersifat sebagai ligan lemah. Ligan lemah dalam kompleks menyebabkan elektron
memiliki spin tinggi pada tingkat energi eg . Sedangkan ligan amonia
(NH3) bersifat sebagai ligan kuat. Amonia dalam kompleks menyebabkan
elektron spin rendah karena elektron dapat ditempatkan pada arah energi orbital
t2g sebagai elektron berpasangan. Untuk menghindari adanya gaya
tolak menolak antara dua elektron dalam satu kamar maka diperlukan energi 10 Dq
yang lebih besar. Tidak ada interaksi dengan tingkat energi eg
sehingga jarak kedua energi tersebut lebih menjauh. Maka energi yang dimiliki
seutuhnya berada pada tingkat energi t2g sebagai energi 10 Dq.
Dengan demikian, ligan NH3
dipahami lebih kuat daripada ligan H2O, sebanding dengan energi 10
Dq yang dimilikinya, berbanding terbalik dengan panjang gelombang maksimum yang
terabsorb. Penggantian ligan H2O
pada NiCl2 dengan ligan NH3 menyebabkan perubahan
warna dari pink bening menjadi pink keruh. Sehingga dapat diperkirakan bahwa
senyawa kompleks yang terbentuk adalah [CO(NH3)6Cl3]. Langkah Selanjutnya melakukan penambahan
larutan amonia sampai tidak ada perubahan warna larutan dalam tabung reaksi.
Setelah itu, memanaskan tabung reaksi dalam penangas air yang sudah hampir
mendidih selama 30 menit. Pada saat pemanasan berlangsung selama 2 menit Warna
larutan pink keruh,serta ada nya gelembung disekitar diding tabung
Menit keempat Tidak terjadi perubahan sama seperti dua menit kedua
Menit keenam Warna larutan pink keruh dan terbentuk endapan ungu
Menit kedelapan Larutan berwarna pink bening dan endapan
berada didasar tabung
Menit kesepuluh Ada nya endapan seperti gel didasar
larutanyang berwarna ungu
Larutan berwarna pink bening ( tidak keruh ).
Menit kedua belas Tidak ada perubahan hasil pengamatan sama
seperti menit ke sepuluh
Menit keempat belas Tidak ada perubahan hasil pengamatan sama
seperti menit ke sepuluh
Menit keenam belas Warna larutan pink bening dan endapan didasar tabung
reaksi semakin banyak
Menit kedelapan belas Warna larutan tetap pink bening dan endapan
semakin pekat serta berwarna ungu muda
Menit kedua puluh Tidak terjadi perubahan hasil pengamatan sama seperti
menit ke delapan belas
Menit kedua puluh dua Tidak terjadi perubahan hasil pengamatan sama
seperti menit ke delapan belas
Menit kedua puluh empat Tidak terjadi perubahan hasil pengamatan sama
seperti menit ke delapan belas
Menit kedua puluh enam Tidak terjadi perubahan hasil pengamatan sama
seperti menit ke delapan belas
Menit kedua puluh delapan Warna larutan pink bening endapan mengumpul
didasar tabung reaksi serta endapan nya berwarna ungu
Menit ketiga puluh Warna larutan pink bening endapan mengumpul didasar
tabung reaksi serta endapan nya berwarna ungu Ada nya gelembung udara diatas
dan di dinding tabung.
Timbulnya endapan, gelembung gas
bahkan warna yang berubah adalah bagian dari reaksi kembalinya ion kompleks
yang terbentuk menjadi reaktan atau pereaksi. Hal ini dikarenakan reaksi
kompleks merupakan reaksi kesetimbangan, dimana reaksi yang terjadi tidak
pernah selesai. Sehingga, ketika senyawa kompleks yang terbentuk dipanaskan
dalam penangas air maka reaktan atau pereaksinya akan terbentuk kembali.
Pembahasan untuk bagian
kedua atau langkah kerja yang bagian B Adalah :
Percobaan ini dilakukan
untuk memperkirakan rumus molekul
senyawa kompleks berdasarkan perubahan warna senyawa yang terbentuk. Langkah
pertama ialah memasukkan 2 mL larutan NiCl2.6H2O 0,1 M ke
dalam tabung reaksi. Warna dari larutan NiCl2.6H2O 0,1 M
adalah hijau bening. Kemudian Secara perlahan memasukkan satu tetes larutan amonia ke dalam tabung reaksi
(jangan mengenai dinding tabung reaksi) lalu mengguncang tabung secara perlahan
dan hati – hati. Langkah selanjutnya adalah melanjutkan penambahan larutan
amonia tetes yang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya dan setiap penambahan
tetesan amonia ini tabung reaksi diguncang perlahan.
Setelah
diamati ketika penambahan 1 – 5 tetes larutan amonia hasil pengamatan nya
adalah sebagai berikut
Ø
Warna larutan lebih bening dari larutan awal
Ø
Warna hijau lebih muda dari tetesan pertama
Ø
Warna hijau lebih muda dari tetesan kedua
Ø
Warna hijau lebih muda dari tetesan ketiga
Ø
Warna hijau lebih muda dari tetesan keempat
Perubahan warna setelah penambahan beberapa
tetes larutan amonia (NH3), dikarenakan hadirnya ligan NH3 yang
menyebabkan pemisahan (splitting) tingkat energi pada orbital – orbital yang
ada pada senyawa NiCl2.6H2O. Sehingga sinar – sinar
tampak mengeksitasi elektron dari orbital d
energi rendah ke orbital d energi
tinggi.
Penggantian ligan dari ligan
dengan medan lemah ke ligan dengan medan kuat, akan memberikan Δ (selisih tingkat energi antara orbital d energi rendah dengan orbital d energi tinggi) yang semakin besar. Hal
ini mengakibatkan sinar yang diserap panjang gelombangnya semakin pendek,
artinya warna komplemennya atau yang tampak oleh mata akan memudar atau bahkan
berubah tergantung dari ligannya. Ligan
air (H2O) memiliki energi 40,85 kkal/mol yang lebih rendah daripada
amonia (NH3) yaitu 46,87 kkal/mol. Hal ini disebabkan oleh ligan H2O
bersifat sebagai ligan lemah. Ligan lemah dalam kompleks menyebabkan elektron
memiliki spin tinggi pada tingkat energi eg . Sedangkan ligan amonia
(NH3) bersifat sebagai ligan kuat. Amonia dalam kompleks menyebabkan
elektron spin rendah karena elektron dapat ditempatkan pada arah energi orbital
t2g sebagai elektron berpasangan. Untuk menghindari adanya gaya
tolak menolak antara dua elektron dalam satu kamar maka diperlukan energi 10 Dq
yang lebih besar. Tidak ada interaksi dengan tingkat energi eg
sehingga jarak kedua energi tersebut lebih menjauh. Maka energi yang dimiliki
seutuhnya berada pada tingkat energi t2g sebagai energi 10 Dq.
Dengan demikian, ligan NH3
dipahami lebih kuat daripada ligan H2O, sebanding dengan energi 10
Dq yang dimilikinya, berbanding terbalik dengan panjang gelombang maksimum yang
terabsorb. Penggantian ligan H2O
pada NiCl2 dengan ligan NH3 menyebabkan perubahan
warna dari hijau bening menjadi hijau lebih muda. Sehingga dapat diperkirakan
bahwa senyawa kompleks yang terbentuk adalah [Ni(NH3)6Cl2]. Langkah Selanjutnya melakukan penambahan
larutan amonia sampai tidak ada perubahan warna larutan dalam tabung reaksi.
Setelah itu, memanaskan tabung reaksi dalam penangas air yang sudah hampir
mendidih selama 30 menit.Hasil pengamatan untuk pemanasan dari dua menit
pertama sampai tiga puluh menit adalah
Ø
Warna hijau bening
Ø
Warna tetap hijau bening
Ø
Warna larutan hijau bening dan mulai terbentuk
endapan
Ø
Pada bagian atas larutan berwarna hijau tua dan pada bagian bawah
berwarna hijau muda dan terbentuk endapan
Ø
Tetap sama seperti menit kedelapan
Ø
Tetap sama dan endapan turun kelapisan bawah
larutan
Ø
Warna hijau mulai berkurang dan endapan tetap
ada
Ø
Tetap sama seperti menit sebelum nya
Ø
Tetap sama
Ø
Tetap sama
Ø
Tetap sama
Ø
Tetap sama
Ø
Tetap sama
Ø
Tetap sama
Ø
Tetap sama
Timbulnya endapan, gelembung
gas bahkan warna yang berubah adalah bagian dari reaksi kembalinya ion kompleks
yang terbentuk menjadi reaktan atau pereaksi. Hal ini dikarenakan reaksi
kompleks merupakan reaksi kesetimbangan, dimana reaksi yang terjadi tidak
pernah selesai. Sehingga, ketika senyawa kompleks yang terbentuk dipanaskan
dalam penangas air maka reaktan atau pereaksinya akan terbentuk kembali.
VIII. Jawaban Pertanyaan :
1. Tulislah persamaan reaksi yang mungkin
terjadi dalam semua percobaan yang anda lakukan.
Jawab
:
Persamaan
reaksi yang mungkin terjadi dalam semua percobaan adalah :
Pada bagian A
COCl3.6H2O
+ 6NH3 [ Ni(NH3)6Cl3
] + 6H2O
Pada
bagian B
NiCl2.6H2O
+ 6NH3 [ Ni(NH3)6Cl2
] + 6H2O
Reaksi
di atas tidak berlangsung sekaligus tetapi bertahap, adapun tahapan yang
terjadi adalah sebagai berikut :
Reaksi pada tahap bagian A
Tahap 1
: COCl3.6H2O
+ NH3 → [Ni(NH3)(H2O)5Cl3]
+ H2O
Tahap
2 : [CO(NH3)(H2O)5Cl3]
+ NH3 → [Ni(NH3)2(H2O)4Cl2]
+ H2O
Tahap
3 : [CO(NH3)2(H2O)4Cl3]
+ NH3 → [CO(NH3)3(H2O)3Cl3]
+ H2O
Tahap 4 :
[CO(NH3)3(H2O)3Cl3] + NH3 →
[CO(NH3)4(H2O)2Cl3]
+ H2O
Tahap 5 :
[CO(NH3)4(H2O)2Cl3] + NH3 → [Ni(NH3)5(H2O)Cl2]
+ H2O
Tahap 6 : [CO(NH3)5(H2O)Cl3]
+ NH3 → [CO(NH3)6Cl2]
+ H2O
Jika
keenam tahap tersebut dijumlahkan akan diperoleh persamaan reaksi :
COCl2.6H2O
+ 6NH3 → [ CO(NH3)6Cl3
] + 6H2O
Reaksi
pada tahap bagian B
Persamaan
reaksi yang mungkin terjadi dalam semua percobaan adalah :
NiCl2.6H2O
+ 6NH3 → [ Ni(NH3)6Cl2
] + 6H2O
Reaksi
di atas tidak berlangsung sekaligus tetapi bertahap, adapun tahapan yang
terjadi adalah sebagai berikut :
Tahap 1 : NiCl2.6H2O
+ NH3 → [Ni(NH3)(H2O)5Cl2]
+ H2O
Tahap 2 :
[Ni(NH3)(H2O)5Cl2] + NH3 → [Ni(NH3)2(H2O)4Cl2]
+ H2
Tahap 3 :
[Ni(NH3)2(H2O)4Cl2] + NH3 → [Ni(NH3)3(H2O)3Cl2]
+ H2O
Tahap 4 :
[Ni(NH3)3(H2O)3Cl2] + NH3 → [Ni(NH3)4(H2O)2Cl2]
+ H2O
Tahap 5 :
[Ni(NH3)4(H2O)2Cl2] + NH3
→[Ni(NH3)5(H2O)Cl2] + H2O
Tahap 6 :
[Ni(NH3)5(H2O)Cl2] + NH3 → [Ni(NH3)6Cl2]
+ H2O
Jika
keenam tahap tersebut dijumlahkan akan diperoleh persamaan reaksi :
NiCl2.6H2O
+ 6NH3 [
Ni(NH3)6Cl2 ] + 6H2O
2. Dengan menganggap 1 tetes = 0,05 mL
hitunglah massa maksimum dari senyawa yang dapat terbentuk dari penambahan 10
tetes amonia dalam percobaan !
Jawab
:
Diketahui : 1
tetes NH3 = 0,05
mL
10 tetes NH3 = 10 x 0,05 mL = 0,5 mL
M NH3 = 0,1 M
M NiCl2.6H2O = 0,1 M
V NiCl2.6H2O = 2 mL
Ditanya : Massa dari senyawa kompleks yang
terbentuk ?
Penyelesaian
:
Ø
Mol(NH3) = M(NH3) x V(NH3)
= 0,1 M x 0,5 mL
= 0,05 mmol
Ø
Mol(NiCl2.6H2O) = M(NiCl2.6H2O)
x V(NiCl2.6H2O)
= 0,1 M x 2 mL
= 0,2 mmol
Reaksi kesetimbangan :
NiCl2.6H2O +
6NH3 → [ Ni(NH3)6Cl2
] +
6H2O
Mula – mula : 0,2 mmol 0,05
mmol
Bereaksi : 0,0083 mmol 0,05 mmol 0,0083 mmol 0,05 mmol Setimbang : 0,1917
mmol 0,0083 mmol 0,05 mmol
Mr[
Ni(NH3)6Cl2 ] = 231,71 gram/mol
Massa
senyawa [ Ni(NH3)6Cl2 ] yang terbentuk adalah
:
Mr[
Ni(NH3)6Cl2 ] =
NiCl2.6H20
+ [ Ni(NH3)6Cl2 ] +6H2O
231,71
gram/mol = 0,1917 mmol + 0,0083 mmol + 0,05
mmol
231,71
gram/mol = 0,25 mmol
= 231,71 gram/mol / 0,25 mmol
Massa
senyawa = 926,84 mg
= 9,268 gram
3. Mengapa warna larutan dalam tabung berubah
setelah tabung dipanaskan dalam penangas air ?
Jawab
:
Warna larutan dalam tabung
berubah setelah tabung dipanaskan dalam penangas air karena ketika dipanaskan
dalam larutan terjadi proses kembalinya ion kompleks yang terbentuk menjadi
reaktan atau pereaksi karena reaksi yang terjadi merupakan reaksi
kesetimbangan.
IX. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan :
Dari
percobaan pembentukan tahapan senyawa kompleks dapat disimpulkan bahwa :
1.
Senyawa kompleks adalah senyawa yang terdiri dari suatu ion atau atom pusat
(biasanya ion logam transisi) dan beberapa anion atau molekul netral yang
terikat langsung pada ion atau atom pusat melalui ikatan kovalen koordinasi.
2.
Hampir semua senyawa – senyawa kompleks mempunyai warna – warna tertentu,
karena zat ini menyerap sinar di daerah tampak atau visible region. Warna yang tampak
ialah warna yang dipantulkan atau perpaduan dari warna – warna yang
dipantulkan. Dengan begitu, kita dapat memperkirakan rumus molekul senyawa kompleks berdasarkan
perubahan warna senyawa yang
terbentuk.
3.
Reaksi pada senyawa kompleks merupakan reaksi kesetimbangan, sehingga reaksinya
tidak akan pernah selesai akibatnya jika kita memanaskan senyawa kompleks yang
terbentuk, hal ini akan membentuk reaktan atau pereaksinya kembali.
4.
Banyak senyawa kompleks yang digunakan didasarkan pada warna, kelarutan atau
perubahan perilaku kimiawi dari ion logam dan ligan ketika senyawa tersebut
membentuk kompleks. Misalnya, tembaga (II) Ftalosianin biru. Kompleks ini
digunakan sebagai pencelup kain dalam industri tekstil.
B. Saran
Dalam
melakukan percobaan pembentukan tahapan senyawa kompleks praktikan sebaiknya
benar – benar mengamati perubahan – perubahan yang terjadi. Sehingga praktikan
dapat memperkirakan rumus senyawa kompleks yang terbentuk,serta diharapkan agar
semua praktikan tidak mondar-mandir selama praktikum.
X. Daftar
Pustaka
Cotton
dan Wilkinson. Kimia Anorganik Dasar. Edisi
Pertama. Universitas
Indonesia Press: Jakarta 2009. Bab I. Halaman 144.
Day,
M. Clyde dan Jr. Joel Selbin. Kimia
Anorganik Teori. Edisi Pertama.
Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. 1993. Bab
10.Halaman 543.
Harrizul
Rivai. Asas Pemeriksaan Kimia.Universitas Indonesia.Jakarta.
1995.Bab 8.halaman 182.
Petrucci,
H. Ralph dan Suminar. Kimia Dasar Prinsip
dan Terapan Modern.
Edisi keempat. Erlangga : Jakarta. 1987.
Bab 24. Halaman 180.
Pudjaatmaja,
Hadyana Aloysius. Kimia Untuk
Universitas. Edisi Keenam.
Erlangga : Jakarta. Bab 22. 1996. Halaman 204.
Sukardjo.
Kimia Koordinasi. Edisi Revisi
(Ketiga). Rineka Cipta : Jakarta.
1992. Bab VI.
Halaman 134.
Sunarya,
Yayan. Kimia Dasar Prinsip – Prinsip
Kimia Terkini. Edisi
Perdana. Angkasa : Bandung. Bab 8. Halaman 353.
vharheeda.
Kekuatan ligan air dan amonia. Vharheeda.blogspot. com/2009/04/keku… . 13 juni 2011.
X.Lampiran
-fotocopy laporan sementara praktikum
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking