PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN PENGUKURAN
MASSA JENIS GAS
I.
TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk
menentukan berat molekul senyawa volatil berdasarkan pengukuran massa jenis gas
dengan menggunakan persamaan gas ideal.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
Gas mempunyai
sifat bahwa molekul-molekulnya sangat berjauhan satu sama lain sehingga hampir
tidak ada gaya tarik menarik atau tolak menolak diantara molekul-molekulnya
sehingga gas akan mengembang dan mengisi seluruh ruang yang ditempatinya,
bagaimana pun besar dan bentuknya. Untuk memudahkan mempelajari sifat-sifat gas
ini baiklah dibayangkan adanya suatu gas ideal yang mempunyai sifat-sifat :
a.
Tidak ada gaya tarik menarik di antara molekul-molekulnya.
b. Volume dari molekul-molekul gas sendiri
diabaikan.
c.
Tidak ada perubahan enersi dalam
(internal energy = E) pada pengembangan.
Sifat-sifat ini
didekati oleh gas inert (He, Ne, Ar dan lain-lain) dan uap Hg dalam keadaan
yang sangat encer. Gas yang umumnya terdapat di alam (gas sejati) misalnya: N2,
O2, CO2, NH3 dan lain-lain sifat-sifatnya agak
menyimpang dari gas ideal.
Densiti
dari gas dipergunakan untuk menghitung berat molekul suatu gas, ialah dengan
cara membendungkan suatu volume gas yang akan dihitung berat molekulnya dengan
berat gas yang telah diketahui berat molekulnya (sebagai standar) pada
temperatur atau suhu dan tekanan yang sama. Densiti gas diidenfinisikan sebagai
berat gas dalam gram per liter. Untuk menentukan berat molekul ini maka
ditimbang sejumlah gas tertentu kemudian diukur PV dan T-nya. Menurut hukum gas
ideal :
P V
= n R T dimana
n =
M
=
Bila
gas ideal sifat-sifatnya dapat dinyatakan dengan persamaan yang sederhana ialah
PV =
n R T, maka sifat-sifat gas sejati hanya dapat dinyatakan dengan
persamaan, yang lebih kompleks lebih-lebih pada tekanan yang tinggi dan
temperatur yang rendah. Bila diinginkan penentuan berat molekul suatu gas
secara teliti maka hukum-hukum gas ideal dipergunakan pada tekanan yang rendah.
Tetapi akan terjadi kesukaran ialah bila tekanan rendah maka suatu berat
tertentu dari gas akan mempunyai volume yang sangat besar.. Untuk suatu berat
tertentu bila tekanan berkurang volume bertambah dan berat per liter berkurang.
Densiti yang didefinisikan dengan W/V berkurang tetapi perbandingan densiti dan
tekanan d/p atau W/pV akan tetap, sebab berat total W tetap dan bila gas
dianggap gas ideal pV juga tetap sesuai dengan persamaan berikut :
P V
= R T
M
= R T =
(d/p)o R T
Suatu
aliran dari udara kering yang bersih dilewatkan cairan yang diukur tekanan
uapnya. Ketelitian dari pengukuran ini tergantung pada kejenuhan udara
tersebut. Untuk menjamin kejenuhan ini maka udara dilewatkan cairan tersebut
secara seri. Bila V adalah volume dari w gram cairan tersebut dalam keadaan
uap, M berat mol cairan dan tekanan uap dari cairan tersebut pada temperatur T
maka tekanan uap dapat dihitung dengan hukum gas ideal :
P
= ( ) R T
(Respati, 1992).
Hukum
gabungan gas untuk suatu sampel gas menyetakan bahwa perbandingan PV/T adalah
konstan
= konstan
Sebetulnya untuk gas-gas real (nyata) seperti
metana (CH3) dan oksigen dilakukan pengukuran secara cermat,
ternyata hal ini tidak benar betul. Gas hipotesis yang dianggap akan mengikuti
hukum gabungan gas pada berbagai suhu dan tekanan hukum gabungan gas pada
berbagai suhu dan tekanan disebut gas ideal. Gas nyata akan menyimpang dari
sifat gas ideal.. Pada tekanan yang relatif rendah termasuk pada tekanan
atmosfer serta suhu yang tinggi, semua gas akan menempati keadaan ideal
sehingga hukum gas gabungan dapat dipakai untuk segala macam gas yang digunakan
(Brady, 1999).
Persamaan gas ideal bersama-sama dengan massa
jenis gas dapat digunakan untuk menentukan berat molekul senyawa volatil. Dalam
hal ini menyarankan konsep gas ideal, yakni gas yang akan mempunyai sifat
sederhana yang sama dibawah kondisi yang sama (Haliday, 1978).
Persamaan
yang menghubungkan langsung massa molekul gas dengan rapatannya dapat
diturunkan dari hukum gas ideal. Jika jumlah mol suatu gas dapat diketahui
dengan membagi massanya dalam gram dengan massa molekulnya.
Jumlah mol (n) =
Bila
dimasukan dalam hukum gas ideal menghasilkan :
PV
= R T
M
=
Rapatan (d) adalah perbandingan antara massa
(berat) terhadap volume, (g/V). Maka persamaan dapat ditulis :
M
= d
(Brady, 1999).
III. METODELOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan bahan
a.
Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini
adalah erlenmeyer (150 ml), gelas piala (600 ml), aluminium foil, karet gelang,
jarum, neraca analitik dan desikator.
b.
Bahan
Bahan-bahan Bahan-bahan yang diperlukan pada
percobaan ini adalah akuades, cairan volatil seperti CHCl3 dan
aseton.
Rancangan alat :
lubang kecil
aluminium foil
karet gelang ± 1cm
erlenmeyer
air uap cairan X mendidih
cairan volatile
gelas api
piala
3.2 Prosedur Percobaan
1. Mengambil sebuah labu erlenmeyer yang berleher kecil, yang
bersih dan kering, kemudian menutup dengan aluminium foil dan kencangkan dengan karet gelang.
2. Menimbang labu erlenmeyer beserta aluminium foil dan
karet gelang dengan menggunakan neraca analitik.
3. Memasukkan sebanyak 5 ml
cairan volatil ke dalam labu erlenmeyer, kemudian menutup kembali dengan aluminium foil dan mengencangkan dengan karet gelang.
Kemudian dengan menggunakan jarum dibuat lubang kecil pada aluminium foil.
4. Merendam labu erlenmeyer
di dalam penangas air dengan temperatur kurang dari 100oC
5.
Membiarkan sampai seluruh cairan volatil menguap,
mencatat temperatur penangasnya, kemudian
diangkat. Lalu
mengeringkan bagian luar labu
erlenmeyer, kemudian diletakkan di dalam desikator untuk didinginkan.
6.
Menimbang labu erlenmeyer yang telah dingin tanpa
melepas aluminium foil dan karet gelang.
7. Menentukan volume dari labu erlenmeyer dengan cara mengisi labu
dengan air sampai penuh.
8.
Mengukur tekanan atmosfer dengan menggunakan
barometer.
IV. HASIL DAN
PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1
No
|
Pengamatan
|
Kloroform
|
Aseton
|
1
|
Massa labu
erlenmeyer, allumunium foil, dan karet gelang
|
72,98 g
|
73,80 g
|
2
|
Massa
erlenmeyer dan volatil
|
73,66 g
|
73,95 g
|
3
|
Massa cairan x
|
0,68 g
|
0,15 g
|
4
|
Massa
erlenmeyer dan air
|
209,4
|
208,80 g
|
5
|
Massa air
|
136,88 g
|
135,68 g
|
6
|
Temperatur air
|
30˚C
|
31˚C
|
7
|
Temperatur air
(volatil menguap)
|
85˚C
|
82˚C
|
8
|
Temperatur
atmosfir
|
1 atm
|
1 atm
|
4.2 Perhitungan
Perhitungan untuk kloroform ( CHCl3 )
Dik : massa air = 136,88 gr
r air
= 0,9960 gr/ cm3
T air dalam labu = 300 C
Massa CHCl3 = ( massa labu erlenmeyer + alumunium foil +
karet geleng + cairan terkondensasi ) –
( massa labu erlenmeyer + alumunium foil + karet gelang )
= 73,66 gr – 72,98 gr
=
0,68 gr
T air dalam penangas = 1000 C = 100 + 273 = 373 0K
P = 1 atm
Dit :
BM CHCl3
Jawab :
V air =
= = 137,429 cm3 = 137,429. 10-3 L
V air = V kloroform = 137,429. 10-3 L
= = = 4,948 gr/L
BM = = 4,948 . = 151,45 gr/L
Perhitungan untuk aseton
Dik : massa
air =
135,68 gr
r air =
0,9960 gr/ cm3
T air dalam labu
= 310 C
Massa aseton = (massa labu erlen meyer + aluminium foil +
karet gelang + cairan terkondensasi) – (massa labu erlenmeyer + aluminium foil
+ karet gelang).
= 73,95 gr – 73,80 gr
= 0,15 gr
Tair dalam penangas = 1000 C = 100 + 273 = 373 0K
P = 1 atm
Dit : BM aseton
Jawab :
V air =
= = 136,225 cm3 = 136,225. 10-3 L
V air = V
aseton = 136,225. 10-3 L
= = = 1,1011 gr/L
BM = = 1,1011.
= 33,7035 gr/L
Perhitungan Persen Eror
Untuk kloroform
Dik : BM praktek =
151,45 gr/L
BM teori = 119,5 gr/mol
Dit : % error
Jawab :
%error = =
=26,7364 %
Untuk aseton
Dik : BM praktek = 33,7035 gr/L
BM teori = 58 gr/mol
Dit : %
error
Jawab :
%error = =
= 41,8905 %
Perhitungan Faktor Koreksi
Untuk kloroform
Dik : mair = 136,88 gr
Suhu kamar =
25 0C
Vudara=Verlenmeyer = 137,429. 10-3 L
BM udara =
28,8 gr/mol
Suhu dalam penangas
= 100 0C = 373 0K
Dit : BM CHCl3
Jawab :
Faktor koreksi
Log P =
=
= 2,2954
P =
197,424 mmHg
= 0,2598 atm
massa udara
P BM =
mudara = =
= 0,042 gr
massa total = massa udara + massa kloroform
= 0,042 + 0,68
= 0,722 gr
gr/L
BM kloroform = = 5,2536 = 160,8041 gr/mol
Untuk aseton
Dik : mair = 135,68 gr
Suhu kamar =
25 0C
Vudara=Verlenmeyer = 136,225. 10-3 L
BM udara =
28,8 gr/mol
Suhu dalam penangas
= 100 0C
= 373 0K
Dit :
BM aseton
Jawab :
Faktor
koreksi
Log P =
=
= 2,2954
P =
197,424 mmHg
= 0,2598 atm
massa udara
P BM =
mudara = =
= 0,0417 gr
massa total = massa udara + massa aseton
= 0,0417 + 0,15
= 0,567 gr
gr/L
BM aseton = = = 127,398 gr/mol
Tabel Hasil
Perhitungan
Tabel 2
Cairan Volatil
|
ρ air (g / L)
|
m cairan (g)
|
P (atm)
|
CHCl3
|
4,948
|
0,689
|
1
|
Aseton
|
1,1011
|
0,159
|
1
|
Cairan Volatil
|
BM (g / mol)
|
m total (g)
|
BM koreksi (g
/ mol)
|
% Error (%)
|
CHCl3
|
151,54
|
0,722
|
160,8041
|
26,7364 %
|
Aseton
|
33,7045
|
0,567
|
127,398
|
41,8905 %
|
Tabel 3
V. PEMBAHASAN
Persamaan gas ideal bersama-sama dengan massa
jenis gas dapat digunakan untuk menentukan berat molekul senyawa volatil. Dalam
hal ini menyarankan konsep gas ideal, yakni gas yang akan mempunyai sifat
sederhana yang sama dibawah kondisi yang sama. Berdasarkan
persamaan gas ideal dapat diketahui bahwa banyaknya mol gas biasanya
dinyatakan sebagai n, juga sama dengan massa, m dibagi massa molar, M (yang
mempunyai satuan) g/mol ) jadi n = mol/M. Berat molekul (bila tak bedimensi)
sama dengan bilangan massa molar :
PV =
Praktikum kali ini bertujuan untuk
dapat menentukan berat molekul senyawa volatil berdasarkan pengukuran massa
jenis gas dengan menggunakan persamaan gas ideal. Pada percobaan kali ini
dipergunakan sampel berupa larutan kloroform dan aseton.
Pada praktikum
kali ini, dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan massa erlenmeyer kosong
agar dapat menentukan massa cairan. Berat labu erlenmeyer ditambahkan alumium
foil dan karet gelang untuk kloroform yakni 72,98 gr sedangkan berat labu erlenmeyer ditambah
alumium foil dan karet gelang untuk aseton yakni 73,80 gr. Labu erlenmeyer kemudian dimasukan
kloroform/aseton lalu dipanaskan sampai
suhu 100 °C. Setelah semua cairan volatil menguap, labu
erlenmeyer diangkat, kemudian diletakkan dalam desikator. Desikator berfungsi
sebagai pengering dan pendingin dari alat laboratorium untuk percobaan. Berat
labu erlenmeyer ditambahkan alumium foil dan karet gelang untuk kloroform yang
didinginkan yakni 73,66 gr sedangkan
berat labu erlenmeyer ditambah alumium foil dan karet gelang untuk aseton yang
didinginkan yakni 73,95 gr. Oleh karena
itu didapatkan berat cairan kloroform yakni 0,689 gr dan untuk aseton yakni 0,159 gr.
Dengan menggunakan persamaan gas ideal maka
diperoleh BM dari larutan volatil tersebut. Dalam perhitungan didapatkan nilai
BM kloroform ialah 151,45 gr/mol, sedangkan BM kloroform yang
sebenarnya adalah 119,5 g/mol. Dalam perhitungan didapatkan nilai BM
aseton ialah 33,7045 gr/mol, sedangkan BM aseton yang sebenarnya
adalah 58 g/mol. Hasil yang
didapatkan ini jauh berbeda dengan nilai BM secara teoritis. Kesalahan ini
dapat terjadi karena kekurangtelitian praktikan pada saat praktikum. Kesalahan
dapat juga terjadi karena kesalahan pada saat melakukan pemanasan; alat yang
digunakan kurang bersih dan steril; masih terdapatnya udara dalam labu
erlenmeyer hingga mempengaruhi nilai BM yang diperoleh.
Dalam
perhitungan berat molekul (BM) aseton dan kloroform dapat menggunakan persamaan
gas ideal yaitu dengan adanya volume air dan massa jenisnya, maka dapat
dihitung massa jenis zatnya. Dengan mengetahui nilai massa jenis zat maka berat
molekul juga dapat dihitung. Pada data
hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa nilai massa cairan volatil
berpengaruh terhadap berat molekul (BM). Dengan demikian, semakin besar nilai
dari massa cairan volatil nya maka semakin besar pula nilai berat molekulnya.
Dalam percobaan kali ini digunakan dua
larutan volatil, yaitu zat kloroform dan aseton. Kedua cairan volatil tersebut
tampak berbeda dalam lama pengerjaannya. Pada larutan kloroform, zat bila
dipanaskan lebih lambat menguap daripada aseton. Hal tersebut disebabkan karena
berat molekul dari kloroform itu sendiri jauh lebih besar daripada aseton
sehingga fase dari kloroform jauh lebih sulit untuk diubah daripada aseton.
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari
praktikum ini antara lain :
1.
Penentuan berat molekul senyawa volatil dapat dilakukan dengan mengukur massa
jenis senyawa dan menggunakan persamaan gas ideal.
2.
Nilai BM (berat molekul) yang diperoleh pada percobaan untuk kloroform adalah
sebesar 151,45gr/mol, sedangkan nilai BM teoritisnya sebesar 119,5 gr/mol.
3.
Nilai BM (berat molekul) yang diperoleh pada percobaan untuk aseton adalah
sebesar 30,7045 gr/mol, sedangkan nilai BM teoritisnya sebesar 58 gr/mol.
4. Pada perhitungan persen error, diproleh hasil yakni % error BM kloroform yakni 26,7364 %, sedangkan untuk % error BM aseton yakni
41,8905 %.
DAFTAR PUSTAKA
Brady, James E. 1999. Kimia Universitas, Jilid 1, edisi
kelima. Binarupa Aksara. Jakarta.
Halliday dan
Resnick. 1978. Fisika Jilid I.
Erlangga. Jakarta.
Respati.
1992. Dasar-Dasar Ilmu Kimia Untuk Universitas. Rineka Cipta.
Yogyakarta.
PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN MASSA JENIS GAS
I. Kelebihan
1. Dengan metode ini, kita dapat menentukan berat molekul suatu senyawa volatil dengan peralatan yang lebih sederhana.
2. Percobaan ini menggunakan penangas air sebagai pengatur suhu. Sehingga percobaan ini lebih cocok untuk senyawa yang memiliki titik didih kurang dari 100 0C.
3. Dengan adanya faktor koreksi, maka dapat meminimalkan kesalahan perhitungan data hasil percobaan.
II. kelemahan
1. Ketidak tepatan pengamatan pada saat cairan telah menguap semua atau belum dapat mengakibatkan kesalahan dalam perhitungan. Jika masih ada cairan yang belum menguap atau masih ada cairan yang tersisi dalam labu erlenmeyer, maka dapat mengakibatkan kesalahan dalam perhitungan massa jenis gas dan pada akhirnya mengakibatkan kesalahan pada perhitungan berat molekul.
2. Mahasiswa tidak mengetahui dengan pasti titik didih dari suatu sampel senyawa. Sehingga timbul pertanyaan apakah suhu penangas air yang tercatat sangat berpengaruh pada nilai berat molekul yang dihasilkan atau tidak. Pertanyaan ini timbul karena bila labu erlenmeyer dimasukkan dalam penangas air pada suhu misal 80 0C, maka cairan volatil tersebut akan menguap total pada suhu sedikit di atas 80 0C. Jika labu erlenmeyer dimasukkan berisi sampel volatil dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu (misal) 90 0C, maka dalam perhitungan nilai berat molekul yang diperoleh akan pasti berbeda.
Rumus: P.V = n.R.T
3. Metode penentuan berat molekul berdasarkan massa jenis gas ini tidak cocok untuk senyawa dengan titik didih di atas 100 0C.
IDENTIFIKASI JENIS ALKOHOL PRIMER
DALAM REAKSI DEHIDRASI ALKOHOL
BERDASARKAN MASSA JENIS GAS ALKENA YANG DIHASILKAN
A. Data dan fakta.
Alkena adalah senyawa non polar. Gaya tarik antar molekul terjadi olehakibat gaya dispersi. Secara umum, sifat-sifat fisika alkena mirip dengan sifat-sifat fisika alkana. Alkena yang terdiri dari 2-4 atom karbon berwujud gas pada temperatur kamar. Alkena yang terdiri lima atau lebih atom karbon berupa cairan tidak berwarna dengan berat jenis lebih kecil daripada air. Alkena tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkena lain, pelarut organik non polar, dan etanol. Alkena dapat dibuat dengan cara
mereaksikan alkohol (dalam percobaan ini digunakan alkohol primer) dengan H2SO4 pekat pada suhu 160-1700C. Perubahan alkohol primer menjadi alkena ini merupakan proses dehidrasi (pelepasan air).
Persamaan reaksinya:
H2SO4 pekat
160-1700C
CnH2n+2O CnH2n + H2O
Pada reaksi di atas, CnH2n+2O yang digunakan adalah alkohol primer.
Pada reaksi ini, H2SO4 pekat berfungsi sebagai dehidrator. Bila digunakan alkohol sekunder atau tersier, dehidratornya harus H2SO4 encer, karena penggunaan H2SO4 pekat menyebabkan alkena yang terbentuk mengalami polarisasi. Dalam hal kereaktifan dehidrasi diperoleh urutan alkohol primer > alkohol sekunder > alkohol tersier.
B. Masalah atau Kesenjangan.
Seringkali kita mengalami kesulitan untuk membedakan atau mengidentifikasi suatu alkohol primer. Misalnya jika kita diberi suatu sampel alkohol primer dan kita dituntut untuk mengidentifikasi atau menentukan nama apakah alkohol tersebut adalah propanol ataukah butanol ataukah pentanol, dst.
Apabila identifikasi jenis atau nama suatu alkohol primer tersebut dilakukan atas dasar reaksi alkohol dengan pereaksi tertentu, pasti sangat sulit. Hal ini dikarenakan
oleh, semua jenis alkohol mengalami reaksi sama, baik reaksi subtitusi maupun reaksi dengan senyawa yang lain. Yang membedakan dalam reaksi ini adalah struktur alkohol (primer, sekunder, tersier) merupakan penentu dari hasil reaksi.
C. Solusi.
1. Dasar teori.
Massa molekul relatif dadri suatu senyawa dapat ditentukan dengan berbagai metode tergantung dari sifat-sifat fisika senyawa yang bersangkutan. Massa molekul senyawa yang volatil dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan gas ideal dan massa jenis gas.
P.V = n.R.T, dengan konsep mol menjadi P.V = (m/Mr).R.T
.R.TrSehingga persamaanya dapat diubah menjadi P.Mr = (m/V).R.T =
Dimana: Mr = massa molekul
P = tekanan gas
V = volume gas
T = suhu ( 0K )
R = tetapan gas
= massa jenis gasr
Suatu senyawa alkena dengan atom C lebih dari 5 yang dihasilkan dari dehidrasi suatu erlenmeyer (atom C lebih dari 5) dapat diketahui berat molekulnya berdasarkan massa jenis gas yang dihasilkan.
Bila suatu alkena (dengan titik didih < 1000C) ditempatkan dalam labu erlenmeyer yang mempunyai lubang kecil pada bagian penutupnya dan kemudian labu erlenmeyer tersebut dipanaskan sampai kurang lebih 1000C, maka cairan tadi akan menguap dan uap itu akan mendorong udara yang terdapat pada labu erlenmeyer keluar melalui lubang kecil tadi. Setelah semua udara keluar, pada akhirnya uap cairan tersebut akan keluar, sampai uap ini berhenti keluar bila keadaan setimbang tercapai, yaitu tekanan udara cairan dalam labu erlenmeyer sama dengan tekanan udara luar.
Pada kondisi kesetimbangan ini, labu erlenmeyer hanya berisi uap cairan dengan tekanan sama dengan atmosfer, volume sama dengan volume labu erlenmeyer dan suhu sama dengan suhu titik didih air dalam penangas air ( kurang lebih 1000C). Labu erlenmeyer ini
kemudian diambil dari penangas air, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sehingga massa gas yang terdapat di dalamnya dapat diketahui. Kemudian .R.T, berat molekul senyawardengan menggunakan persamaan P.Mr = tersebut dapat dapat ditentukan.
Bila alkena yang dihasilkan memiliki titik didih yang lebih besar, maka penangas yang berisi air dapat diganti dengan senyawa lain yang memiliki titik didih tinggi (misalnya minyak). Hal yang perlu diperhatikan adalah pengamatan harus secermat dan seteliti mungkin, hal ini dikarekan warna dari minyak dapat menghambat pengamatan pada saat cairan telah menguap semuanya. Pada saat pengeringan labu erlenmeyer, bagian luar labu juga harus benar-benar kering agar perhitungan berat molekul mendekati harga berat molekul yang sebenarnya.
2. Prosedur penyelesaian masalah.
1. Dimasukkan kurang lebih 5 ml alkohol cair yang akan diidentifikasi ke dalam tabung reaksi. Kemudian dipanaskan sampai suhu 160-1700C.
2. Ditambahkan tetes demi tetes H2SO4 pekat.
3. Alkena yang diperoleh dipisahkan dari H2O (alkena dapat dipisahkan dengan mudah dari air, karena alkena tidak larut dalam air).
4. Ambil sebuah labu erlenmeyer berleher kecil yang bersih dan kering, tutup labu erlenmeyer dengan menggunakan aluminium foil dan karet gelang
5. Timbang labu erlenmeyer tadi beserta aluminium foil dan karet gelang dengan menggunakan neraca analitik.
6. Masukkan kurang lebih 5 ml alkena hasil dehidrasi alkohol ke dalam labu erlenmeyer, kemudian tutup kembali dengan menggunakan karet gelang erat-erat sehingga tutup ini beersifat kedap udara. Dengan menggunakan jarum buatlah lubang kecil pada aluminium foil agar uap dapat keluar.
7. Rendam labu erlenmeyer dalam penangas air bersuhu kurang lebih 1000C (untuk alkena dengan titik didih 1000C) sedemikian sehingga air kurang lebih 1 cm di bawah aluminium foil. Biarkan labu erlenmeyer dalam penangas air sampai semua cairan menguap. Catat suhu penangas air tersebut.
8. Setelah semua ciran volatil dalam labu erlenmeyer menguap, angkatlah labu erlenmeyer dari penangas, keringkan air yang terdapat pada bagian luar labu erlenmeyer dengan lap, lalu tempatkan labu erlenmeyer dalam desikator. Uap cairan volatil yang terdapat dalm labu erlenmeyer akan kembali menjadi cairan.
9. Timbang labu erlenmeyer yang sudah dingin tadi dengan neraca analitik (jangan lepaskan tutup aluminium foil sebelum labu erlenmeyer ditimbang).
10. Tentukan volume labu erlenmeyer dengan jalan mengisi lebu erlenmeyer dengan air sampai penuh dan menimbang massa air yang terdapat dalam erlenmeyer. Volume air bisa diketahui bila massa jenis air pada suhu air = m/V.rdalam labu erlenmeyer diketahui dengan menggunakan rumus
11. Ukur tekanan atmosfer dengan menggunakan barometer.
12. Dihitung berat molekul alkena dengan menggunakan faktor koreksi.
13. Berdasarkan persamaan reaksi dalam dehidrasi alkohol, tentukan jenis alkohol cair yang digunakan dalam reaksi dehidrasi.
1. Dengan metode ini, kita dapat menentukan berat molekul suatu senyawa volatil dengan peralatan yang lebih sederhana.
2. Percobaan ini menggunakan penangas air sebagai pengatur suhu. Sehingga percobaan ini lebih cocok untuk senyawa yang memiliki titik didih kurang dari 100 0C.
3. Dengan adanya faktor koreksi, maka dapat meminimalkan kesalahan perhitungan data hasil percobaan.
II. kelemahan
1. Ketidak tepatan pengamatan pada saat cairan telah menguap semua atau belum dapat mengakibatkan kesalahan dalam perhitungan. Jika masih ada cairan yang belum menguap atau masih ada cairan yang tersisi dalam labu erlenmeyer, maka dapat mengakibatkan kesalahan dalam perhitungan massa jenis gas dan pada akhirnya mengakibatkan kesalahan pada perhitungan berat molekul.
2. Mahasiswa tidak mengetahui dengan pasti titik didih dari suatu sampel senyawa. Sehingga timbul pertanyaan apakah suhu penangas air yang tercatat sangat berpengaruh pada nilai berat molekul yang dihasilkan atau tidak. Pertanyaan ini timbul karena bila labu erlenmeyer dimasukkan dalam penangas air pada suhu misal 80 0C, maka cairan volatil tersebut akan menguap total pada suhu sedikit di atas 80 0C. Jika labu erlenmeyer dimasukkan berisi sampel volatil dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu (misal) 90 0C, maka dalam perhitungan nilai berat molekul yang diperoleh akan pasti berbeda.
Rumus: P.V = n.R.T
3. Metode penentuan berat molekul berdasarkan massa jenis gas ini tidak cocok untuk senyawa dengan titik didih di atas 100 0C.
IDENTIFIKASI JENIS ALKOHOL PRIMER
DALAM REAKSI DEHIDRASI ALKOHOL
BERDASARKAN MASSA JENIS GAS ALKENA YANG DIHASILKAN
A. Data dan fakta.
Alkena adalah senyawa non polar. Gaya tarik antar molekul terjadi olehakibat gaya dispersi. Secara umum, sifat-sifat fisika alkena mirip dengan sifat-sifat fisika alkana. Alkena yang terdiri dari 2-4 atom karbon berwujud gas pada temperatur kamar. Alkena yang terdiri lima atau lebih atom karbon berupa cairan tidak berwarna dengan berat jenis lebih kecil daripada air. Alkena tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkena lain, pelarut organik non polar, dan etanol. Alkena dapat dibuat dengan cara
mereaksikan alkohol (dalam percobaan ini digunakan alkohol primer) dengan H2SO4 pekat pada suhu 160-1700C. Perubahan alkohol primer menjadi alkena ini merupakan proses dehidrasi (pelepasan air).
Persamaan reaksinya:
H2SO4 pekat
160-1700C
CnH2n+2O CnH2n + H2O
Pada reaksi di atas, CnH2n+2O yang digunakan adalah alkohol primer.
Pada reaksi ini, H2SO4 pekat berfungsi sebagai dehidrator. Bila digunakan alkohol sekunder atau tersier, dehidratornya harus H2SO4 encer, karena penggunaan H2SO4 pekat menyebabkan alkena yang terbentuk mengalami polarisasi. Dalam hal kereaktifan dehidrasi diperoleh urutan alkohol primer > alkohol sekunder > alkohol tersier.
B. Masalah atau Kesenjangan.
Seringkali kita mengalami kesulitan untuk membedakan atau mengidentifikasi suatu alkohol primer. Misalnya jika kita diberi suatu sampel alkohol primer dan kita dituntut untuk mengidentifikasi atau menentukan nama apakah alkohol tersebut adalah propanol ataukah butanol ataukah pentanol, dst.
Apabila identifikasi jenis atau nama suatu alkohol primer tersebut dilakukan atas dasar reaksi alkohol dengan pereaksi tertentu, pasti sangat sulit. Hal ini dikarenakan
oleh, semua jenis alkohol mengalami reaksi sama, baik reaksi subtitusi maupun reaksi dengan senyawa yang lain. Yang membedakan dalam reaksi ini adalah struktur alkohol (primer, sekunder, tersier) merupakan penentu dari hasil reaksi.
C. Solusi.
1. Dasar teori.
Massa molekul relatif dadri suatu senyawa dapat ditentukan dengan berbagai metode tergantung dari sifat-sifat fisika senyawa yang bersangkutan. Massa molekul senyawa yang volatil dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan gas ideal dan massa jenis gas.
P.V = n.R.T, dengan konsep mol menjadi P.V = (m/Mr).R.T
.R.TrSehingga persamaanya dapat diubah menjadi P.Mr = (m/V).R.T =
Dimana: Mr = massa molekul
P = tekanan gas
V = volume gas
T = suhu ( 0K )
R = tetapan gas
= massa jenis gasr
Suatu senyawa alkena dengan atom C lebih dari 5 yang dihasilkan dari dehidrasi suatu erlenmeyer (atom C lebih dari 5) dapat diketahui berat molekulnya berdasarkan massa jenis gas yang dihasilkan.
Bila suatu alkena (dengan titik didih < 1000C) ditempatkan dalam labu erlenmeyer yang mempunyai lubang kecil pada bagian penutupnya dan kemudian labu erlenmeyer tersebut dipanaskan sampai kurang lebih 1000C, maka cairan tadi akan menguap dan uap itu akan mendorong udara yang terdapat pada labu erlenmeyer keluar melalui lubang kecil tadi. Setelah semua udara keluar, pada akhirnya uap cairan tersebut akan keluar, sampai uap ini berhenti keluar bila keadaan setimbang tercapai, yaitu tekanan udara cairan dalam labu erlenmeyer sama dengan tekanan udara luar.
Pada kondisi kesetimbangan ini, labu erlenmeyer hanya berisi uap cairan dengan tekanan sama dengan atmosfer, volume sama dengan volume labu erlenmeyer dan suhu sama dengan suhu titik didih air dalam penangas air ( kurang lebih 1000C). Labu erlenmeyer ini
kemudian diambil dari penangas air, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sehingga massa gas yang terdapat di dalamnya dapat diketahui. Kemudian .R.T, berat molekul senyawardengan menggunakan persamaan P.Mr = tersebut dapat dapat ditentukan.
Bila alkena yang dihasilkan memiliki titik didih yang lebih besar, maka penangas yang berisi air dapat diganti dengan senyawa lain yang memiliki titik didih tinggi (misalnya minyak). Hal yang perlu diperhatikan adalah pengamatan harus secermat dan seteliti mungkin, hal ini dikarekan warna dari minyak dapat menghambat pengamatan pada saat cairan telah menguap semuanya. Pada saat pengeringan labu erlenmeyer, bagian luar labu juga harus benar-benar kering agar perhitungan berat molekul mendekati harga berat molekul yang sebenarnya.
2. Prosedur penyelesaian masalah.
1. Dimasukkan kurang lebih 5 ml alkohol cair yang akan diidentifikasi ke dalam tabung reaksi. Kemudian dipanaskan sampai suhu 160-1700C.
2. Ditambahkan tetes demi tetes H2SO4 pekat.
3. Alkena yang diperoleh dipisahkan dari H2O (alkena dapat dipisahkan dengan mudah dari air, karena alkena tidak larut dalam air).
4. Ambil sebuah labu erlenmeyer berleher kecil yang bersih dan kering, tutup labu erlenmeyer dengan menggunakan aluminium foil dan karet gelang
5. Timbang labu erlenmeyer tadi beserta aluminium foil dan karet gelang dengan menggunakan neraca analitik.
6. Masukkan kurang lebih 5 ml alkena hasil dehidrasi alkohol ke dalam labu erlenmeyer, kemudian tutup kembali dengan menggunakan karet gelang erat-erat sehingga tutup ini beersifat kedap udara. Dengan menggunakan jarum buatlah lubang kecil pada aluminium foil agar uap dapat keluar.
7. Rendam labu erlenmeyer dalam penangas air bersuhu kurang lebih 1000C (untuk alkena dengan titik didih 1000C) sedemikian sehingga air kurang lebih 1 cm di bawah aluminium foil. Biarkan labu erlenmeyer dalam penangas air sampai semua cairan menguap. Catat suhu penangas air tersebut.
8. Setelah semua ciran volatil dalam labu erlenmeyer menguap, angkatlah labu erlenmeyer dari penangas, keringkan air yang terdapat pada bagian luar labu erlenmeyer dengan lap, lalu tempatkan labu erlenmeyer dalam desikator. Uap cairan volatil yang terdapat dalm labu erlenmeyer akan kembali menjadi cairan.
9. Timbang labu erlenmeyer yang sudah dingin tadi dengan neraca analitik (jangan lepaskan tutup aluminium foil sebelum labu erlenmeyer ditimbang).
10. Tentukan volume labu erlenmeyer dengan jalan mengisi lebu erlenmeyer dengan air sampai penuh dan menimbang massa air yang terdapat dalam erlenmeyer. Volume air bisa diketahui bila massa jenis air pada suhu air = m/V.rdalam labu erlenmeyer diketahui dengan menggunakan rumus
11. Ukur tekanan atmosfer dengan menggunakan barometer.
12. Dihitung berat molekul alkena dengan menggunakan faktor koreksi.
13. Berdasarkan persamaan reaksi dalam dehidrasi alkohol, tentukan jenis alkohol cair yang digunakan dalam reaksi dehidrasi.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking